Portalberitalampung.com (SMSI) Bandarlampung-Peristiwa banjir yang melanda Kota Bandar Lampung pada 17 Januari 2025 menggambarkan kompleksitas persoalan lingkungan hidup yang dihadapi kota ini. Dengan banjir yang mencapai 17 titik di 9 kecamatan, serta dampak yang signifikan seperti rumah terendam hingga atap, kendaraan hanyut, dan jembatan ambruk, peristiwa ini mencerminkan kegagalan tata kelola lingkungan yang memadai.
Menurut Irfan Tri Musri Direktur WALHI Lampung mengatakan , akar permasalahan banjir ini ,Minimnya Ruang Terbuka Hijau (RTH). Kota Bandar Lampung kekurangan ruang resapan air, yang seharusnya menjadi penyeimbang pembangunan kota.
” Sistem Drainase yang Buruk ,Drainase yang tidak memadai menjadi salah satu penyebab utama genangan air tidak dapat surut dengan cepat,” ujarnya , Sabtu (18/01).
Selain itu ,Penumpukan sampah di sungai memperparah banjir dan menghambat aliran air. Serta Kebijakan pembangunan yang lebih memprioritaskan investasi dan pertumbuhan ekonomi sering kali mengorbankan lingkungan hidup, yang berdampak langsung pada masyarakat, khususnya kelas menengah ke bawah.
Menurut WALHI lampung, Pemerintah Kota perlu melakukan perubahan mendasar dalam pengelolaan lingkungan hidup oleh Pemerintah Kota Bandar Lampung.
“Mengutamakan Lingkungan dalam Kebijakan Pembangunan,Tidak mengorbankan lingkungan demi investasi yang rakus ruang, Memperbaiki Tata Kelola Drainase dan Sungai dan Menangani banjir dari hulu ke hilir dengan sistem yang lebih terintegrasi Memastikan keseimbangan ekologi untuk mencegah banjir berulang ,” Jelasnya.
” Tidak hanya memberikan bantuan saat bencana terjadi, tetapi juga mencegah banjir melalui kebijakan dan tindakan nyata,” Lanjut Irfan
WALHI Lampung berharap ,agar Pemerintah Kota Bandar Lampung diharapkan segera bertindak agar tragedi serupa tidak terus terulang.
” ya kami ingin pemerintah setempat agar segera melakukan upaya apa yang menjadi penyebab peristiwa ini agar tidak terulang kembali ,” Pungkasnya. (*)