PORTALBERITALAMPUNG.COM, LAMPUNG – Upaya pemerintah dalam meningkatkan kesadaran masyarakat terhadap pentingnya migrasi aman terus dilakukan. Kali ini, Menteri Pemberdayaan dan Perlindungan Migran Indonesia (P2MI), Abdul Kadir Karding, melakukan kunjungan kerja ke Provinsi Lampung—salah satu daerah penyumbang pekerja migran terbanyak di Indonesia.
Dalam agenda tersebut, Menteri P2MI menggelar pertemuan dengan ratusan mahasiswa dari berbagai perguruan tinggi di Lampung. Kegiatan ini bertujuan untuk melibatkan mahasiswa sebagai agen edukasi yang mampu memberikan pemahaman menyeluruh kepada calon pekerja migran, khususnya mengenai pentingnya mengikuti jalur penempatan resmi.
“Mahasiswa memiliki peran strategis sebagai penyampai informasi yang benar di lingkungan sekitarnya. Kita ingin mereka jadi ujung tombak dalam menyosialisasikan migrasi aman,” ujar Abdul Kadir Karding di hadapan para peserta.
Mahasiswa dibekali berbagai informasi mulai dari prosedur resmi bekerja ke luar negeri, kelengkapan dokumen, perlindungan hukum, hingga risiko berangkat secara ilegal. Harapannya, generasi muda dapat menjadi pelindung awal bagi masyarakat agar tidak terjebak dalam praktik penempatan nonprosedural maupun tindak pidana perdagangan orang (TPPO).
Lampung sendiri menempati urutan kelima nasional sebagai provinsi dengan jumlah pekerja migran terbesar, setelah Jawa Timur, Jawa Tengah, NTB, dan Jawa Barat. Kondisi ini membuat pemerintah semakin intens menyasar wilayah ini dalam kampanye edukasi migrasi aman.
Di tahun 2024, kebutuhan pekerja migran diperkirakan mencapai 1,5 juta orang, dengan sektor konstruksi, perhotelan, dan kesehatan sebagai penyerap tenaga kerja terbanyak di luar negeri. Negara tujuan mencakup Malaysia, Jepang, Taiwan, Korea Selatan, dan beberapa negara di kawasan Timur Tengah.
“Melalui pertemuan ini, kita berharap mahasiswa bisa jadi mitra strategis pemerintah dalam memerangi penempatan ilegal dan meningkatkan kesadaran masyarakat,” tegas Menteri P2MI.
Pemerintah juga berharap sinergi dengan perguruan tinggi bisa terus diperluas agar edukasi seputar migrasi tidak hanya berhenti di forum kampus, melainkan menyebar hingga ke pelosok desa. (*)